Jumat, 29 Agustus 2025

KEPERGIAN MENDADAK PAK NOEKARSI YANG DIKENAL ULET DAN BAIK HATI

Di sebuah desa kecil yang damai, duka tiba-tiba menyelimuti keluarga sederhana dari seorang tukang bangunan bernama Noekarsi. Sosok yang dikenal rajin dan bersahaja ini meninggal dunia secara mendadak pada dini hari, padahal baru kemarin sore ia masih terlihat sehat dan semangat bekerja membangun rumah tetangga.

Pak Noekarsi meninggalkan seorang istri, Miyut, dan tiga orang anak yang masih membutuhkan banyak bimbingan. Anak sulung mereka, Selvi, baru duduk di kelas X SMK jurusan kuliner. Adiknya, seorang siswi kelas V SD, dan si bungsu, seorang anak laki-laki yang baru berusia tiga tahun. Kehilangan ini terasa sangat berat bagi keluarga kecil ini, terlebih karena Pak Noekarsi selama ini adalah tulang punggung keuarga mereka.

Peristiwa duka itu terjadi pada pukul 03.15 pagi. Pak Noekarsi tiba-tiba mengeluh sesak napas yang hebat. Ia terbangun dalam kondisi tersengal-sengal, sulit bernapas. Miyut yang panik segera meminta bantuan warga dan membawa suaminya ke puskesmas terdekat. Namun, takdir berkata lain. Setibanya di puskesmas, nyawa Pak Noekarsi tak dapat diselamatkan. Hari itu juga, ia dimakamkan dengan penuh duka di pemakaman desa.

Malam harinya, rumah duka dipenuhi warga desa. Semua berkumpul, turut berbelasungkawa, menemani keluarga yang sedang berduka. Suasana begitu haru. Banyak yang tak kuasa menahan air mata, terlebih melihat kondisi Miyut dan ketiga anaknya. “Kasihan dia, harus kuat mengurus tiga anaknya sendirian,” ujar  Pak Wahono, kepala desa, dengan nada prihatin.

Di antara para tamu malam itu, hadir pula seorang tokoh desa yang sangat dihormati, Ki Manteb, seorang tumenggung desa. Ia memanggil Selvi, si sulung yang sejak pagi tak berhenti menangis. Dengan suara tenang namun penuh wibawa, Ki Manteb menasehati Selvi. ....“Nak Selvi, kuatkan hatimu. Memang berat, bapakmu sudah pergi dan tak akan kembali. Tapi kamu harus bangkit. Kamu adalah yang paling besar sekarang. Kamu harus menjaga ibu dan kedua adikmu. Jangan menyerah. Teruskan sekolahmu. Aku dan group Braya Santhi akan membantu membayar biaya sekolahmu sampai kamu lulus. Tapi kamu harus janji untuk rajin belajar dan menjadi anak yang berguna.”

Selvi mengangguk pelan sambil menyeka air matanya. Suasana malam itu penuh keheningan, namun juga mengandung semangat baru. Duka masih terasa dalam, tapi harapan mulai tumbuh kembali di tengah keluarga yang ditinggalkan.

Catatan:
Cerita ini adalah kisah nyata yang mengandung nilai ketegaran, kepedulian sosial, dan semangat gotong royong yang masih kuat hidup di tengah masyarakat desa. Semoga menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membacanya, bahwa dalam musibah selalu ada cahaya pengharapan.(manixs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar