Selasa, 07 Januari 2025

"MEBASEH LIMA" TRADISI DASAR PEWINTENAN DI TEGENAN

Desa Adat Tegenan yang terletak di kaki G.Agung bagian Barat Daya,merupakan desa pregunung karena sebagai wilayah kawasan suci mandala Besakih,sehingga setiap rentetan kegiatan Panca yadnya ada konektivitasnya dengan kesucian Pura Besakih, seperti upacara pitra yadnya tidak boleh membakar mayat ,dalam Dewa Yadnya tidak boleh melaksanakan upacara piodalan bersamaan dengan upacara Pr.Besakih yakni Purnama Kedasa dan sebagainya. Dalam hal upacara Rsi Yadnya ada prosesi penyucian diri yang dikenal dengan istilah Mebaseh Lima arti leksikalnya mencuci tangan yang mengandung makna pembersihan diri yang biasanya dilaksanakan sebelum melakukan pewintenan eka jati untuk pemangku ,yaitu prosesi ngutang mala di toya sah dengan melakukan prosesi pelukatan dan mandi di Sungai Esah .

Demikian halnya yang dilaksanakan hari ini nemonin rahina Buda Klion Ugu tanggal 08 Januari 2025 dilaksanakan prosesi mebaseh lima oleh I Wayan Sulaba Yasa beserta keluarga karena terpilih oleh niskala sebagai pemangku kahyangan tiga di Pura Dalem Putra . Diawali dengan upacara mepiuning di sanggah tua,di Dadia dan Kahyangan Tiga Mawinten  biasanya dilaksanakan untuk mohon wara nugraha sebelum mempelajari ilmu keagaamaan. Selain itu, juga sebagai peningkatan kesucian diri.



Dikatakannya, upacara Pawintenan atau Mawinten merupakan upacara yang beragam. Mulai dari  Pawintenan Ngadat,  pemangku, dan pelajar.  “Jika Pawintenan seorang pemangku dari walaka menjadi eka jati. Sedangkan Pawintenan Saraswati merupakan Pawintenan yang dilakukan oleh pelajar, supaya bisa mempelajari ilmu tentang keagamaan,” terang pria 57 tahun tersebut.



Pinandita Pasek Swastika mengatakan, Mawinten berasal dari kata winten, yaitu nama sebuah permata yang memiliki sifat yang mulia. Tujuan dari pelaksanaan upacara ini  sebagai penyucian diri secara lahir dan batin. Jika dilihat secara lahir bertujuan untuk menyucikan seseorang dari segala mala (kotor). Sedangkan secara batin, lanjutnya, untuk memohon penyucian dari Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Ia mengungkapkan bahwa Pawintenan Saraswati dilaksanakan supaya diberikan wara nugraha, terlebih dalam mempelajari ilmu yang suci. Untuk nantinya  dapat mengamalkan ajaran-ajaran suci tersebut untuk dirinya maupun orang lain. “Ketika sudah melaksanakan Pawintenan Saraswati, jika seseorang akan menjadi pemangku selanjutnya juga harus ikut Pawintenan Pemangku. Baik itu pawintenan mangku alit, pawintenan mangku gede, baru pawintenan wiwa. Setelah itu, bhawati, kemudian baru didiksa,” urainya kepada Bali Express (Jawa Pos Group) di Ashram Sari Taman Beji, Canggu, Badung, pekan kemarin.



Dikatakannya, sebelum Mawinten seseorang harus melaksanakan upacara Pangidep Hati. Di mana dalam upacara tersebut dimaksudkan agar selanjutnya mendapatkan tuntunan yang lebih baik. Untuk seseorang yang melaksanakan Pangidep Hati ini, lanjutnya,  minimal yang bersangkutan sudah tanggal gigi pertama.  Diakuinya, tujuan dari pelaksanaan Pawintenan merupakan tujuan hidup seseorang. Dijelaskannya,   berdasarkan Kitab Suci Rasaccamucaya sloka 6.80  berbunyi : Apan ikang manah ngaranya, ya ika witning indriya, Maprawrtti ta ya ring subha subha karma, matangnyan ikang manah juga prihen kahrtanya sakarang. Maksudnya, sebab pikiran itu namanya sumbernya indriya, ialah yang menggerakkan perbuatan baik buruk itu. Karena itu pikirkanlah yang patut segera diusahakan pengendaliannya.